Tulisan Firdaus cahyadi pada
harian Kompas, 1 April 2016 “Pilkada DKI dan Politik Ekologi” sejatinya menambah
kesadaran kita bahwa masih banyak diantara kita termasuk para elit
mempersoalkan suku, etnis dan agama dalam konteks suksesi kepemimpinan daerah maupun
nasional. Hal mana justru mereduksi prinsip-prinsip demokrasi dalam ranah
Negara bangsa yang berbhineka. Setiap suku, etnis dan agama dilindungi oleh
Undang-Undang dan mendapat hak yang sama dalam berdemokrasi. Maka tidaklah
relevan, mengaitkan isu yang rasis tersebut dalam konteks pilkada pada sejumlah
daerah yang menjadikan Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan dalam
berdemokrasi.
Kultur berpoilitik identitas
semacam ini akan mengkaburkan setiap kita dari isu atau substansi persoalan
yang dihadapi setiap daerah. Firdaus Cahyadi mencatat pada kasus Jakarta.
Persoalan Jakarta saat ini lebih pada terancamnya ekologi. Ada 3 isu besar menyangkut terancamnya
ekologi Jakarta saat ini; Pertama, Sulitnya pemerintah menambah Ruang Terbuka
Hijau (RTH). Hal ini disebabkan oleh masifnya bisnis-bisnis komersial property.
Sebagian besar lahan di Jakarta dikuasai oleh pengembang-pengembang perusahaan
kelas kakap. Mahalnya harga tanah di Jakarta dan semakin teringirkannya warga
miskin kota sebagai dampak social yang harus ditanggung.
Kedua, Krisis Udara Bersih. Udara
Jakarta semakin tercemar oleh asap kendaraan bermotor akibat volume penambahan
kendaraan bermotor yang tidak terkendali. Memperpanjang jalan tol, Justru
menambah pengguna kendaraan menurut beberapa penelitian.
Ketiga, Krisis Air Bersih. Data
Badan Penelolaan Lingkungan Hidup DKI mencatat dari 2.000 juta meter kubik air
hujan yang turun di Jakarta tiap tahun hanya 26,6 persen yang terserap oleh
tanah Jakarta. Sisanya 73,4 persen menjadi air tanah yang berpotensi banjir.
Partai Politik pengusung calon
kepala daerah atau para calon independen kepala dareah Jakarta harusnya menjadikan
masalah ekologi sebagai fokus perhatian untuk dicarikan solusi yang tepat yang dituangkan
dalam bentuk gagasan, visi dan misi partai atau pasangan calon serta tawaran
langkah-langkah kongkritnya ketimbang menggelindingkan isu identitas hanya demi
mencapai tujuan sesaat unggul dalam elektabilitas.
No comments:
Post a Comment