Tulisan Emil Salim, Kompas 15
April 2016; “Ancaman Narkoba, Rokok dan Alkohol”, memaparkan bahwa keuntungan
bonus demografi *Indonesia dalam rentang tahun 2012-2040 akan medapat
tantangannya yang berat berupa ancaman drugs adiktif dalam narkoba,
rokok dan alcohol. Hal mana alih-alih generasi muda sebagai buah bonusdemografi justru terancam terjerat oleh drugs adiktif.
Menurut data kementerian
kesehatan (tahun 2013) generasi muda kita mulai merokok pada usia 5-9 tahun dan
mencapai puncaknya sebagai perokok pada kelompok usia 15-19 tahun, terdiri dari
laki-laki 57,3 persen, perempuan 29,2 persen.
Generasi muda lebih mudah adiktif
terhadap zat nikotin dalam rokok dibandingkan generasi tua. Lambat laun rokok
menumbuhkan kecanduan pada jenis drugs berzat adiktif yang lebih keras
sehingga rokok menjadi pintu gerbang bagi drugs lain, seperti kokain,
mariyuana, dan narkoba. 90 persen pecandu kokain, dan narkotika terbukti adalah
perokok usia dini.
Dengan masuknya zat adiktif
nikotin rokok ke tubuh anak muda, menurut Sheraf Karam dari McGill university,
terjadi kerusakan pada korteks otak tipis sang perokok sehingga menimbulkan
kesulitan berfikir dan mengingat. Bahwa adaftasi otak terhadap nikotin pada
remaja lebih cepat dibandingkan orang dewasa karena selaput otaknya belum
tumbuh sempurna.
(*Berkat program Keluarga Berencana, menurunnya 50 persen rasio
ketergantungan penduduk usia dibawah 15 tahun ditambah penduduk usia 65 tahun
ke atas terhadap beban tanggungan usia produktif 15 – 65 tahun dalam rentang
waktu 2012-2040)
No comments:
Post a Comment